KOTAMOBAGU – Polemik kasat Pol-PP Kotamobagu Sahaya Mokoginta dan anggotanya, langsung di sikapi oleh DPRD Kota Kotamobagu. Setelah menerima unjuk rasa sejumlah anggota Sat-Pol PP, DPRD Kotamobagu langsung memanggi pihak pemerintah Kota (Pemkot), yakni Sekretaris Kota (Sekot), Asisten 1, dan beberapa pejabat di Sat-Pol PP untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
RDP dipimpin langsung Wakil ketua DPRD Kotamobagu Syarifuddin Mokodongan dan didampingi wakil ketua DPRD Herdy Korompot, serta beberapa anggota DPRD Kotamobagu lainnya.
Menurut salah satu personil Komisi I DPRD Kotamobagu Anugerah Begie CH Gobel, dalam RDP yang digelar Kamis (20/02/2020) kemarin, DPRD mempersilahkan pemkot melakukan pendalaman, atas persoalan kedua belah pihak, antara pimpinan Pol-PP dan anggota yang menyampaikan aspirasi.
Selanjutnya kata Begie, demi menjaga unsur obyektivitas, maka DPRD memberikan solusi beberapa point. Diantaranya :
1. Selama dalam proses pendalaman, pimpinan operasional Pol-PP dan Damkar agar ditangani langsung keasistenan yang membidangi itu untuk menjaga obyektivitas.
2. DPRD mendesak jika ada kebijakan tertulis atau tidak tertulis tentang Sholat yang mempersyaratkan absensi, pomotongan gaji 1 persen jika tidak melaksanakan sholat di mesjid yang sdh ditentukan, baik waktu magrib, isya subuh untuk mereka yang off kerja/piket sekalipun atau dalam tugas, agar di evaluasi lagi. Terutama yang off piket mereka punya hak beribadah/sholat di Mesjid terdekat, punya hak untuk keluarga dan punya hak bermasyarakat. Hal itu perlu dipahami sehingga jangan seakan isunya anggota polpp dan Damkar tidak mau sholat atau tidak mau ikut ajakan kebaikan.
3. DPRD juga mendesak pemkot untuk segera menerbitkan SK mereka dalam tupoksi polpp dan Damkar. Karena itu Dasar administrasi hukum mereka dalam bekerja dan bertindak. Jika terjadi bentrok dilapangan atau ketidaksengajaan petugas damkar dilapangan siapa yang bertanggungjawab? sementara mereka tidak punya landasan hukum administratif dalam tugas.
4. DPRD juga mendesak jika benar ada semacam aturan tak tertulis soal tidak boleh ijin sakit kecuali sakit kanker dan jantung, agar dievaluasi lagi pun itu hanya disampaikan secara lisan. Di institusi manapun jika sakit dan ada surat keterangan dokter adalah hak dari karyawan atau pegawai juga tenaga honorer.
5. DPRD menyampaikan dalam RDP bahwa jika ada reaksi seperti ini pemkot bahkan pimpinan Daerah harus melakukan diagnosa managerial kepemimpinan di Pol-PP dan damkar.
6. DPRD juga menyampaikan bahwa para anggota Pol-PP dan damkar yg menyampaikan aspirasi perlu dilindungi jangan ada penekanan penonaktifan apalagi pemecatan. Bagaimanapun mereka sudah mengabdi untuk warga dan daerah ini rata rata lebih dari 7 tahun bahkan 10 tahun.
7. DPRD juga menyampaikan secara tegas pada pihak pihak terkait agar mewaspadai dan memonitor sosial media yang memanfaatkan isu agama tanpa mengetahui substansi aspirasi yang disampaikan anggota polpp dan Damkar sehingga ini tidak menjadi liar dan dimanfaatkan secara tdk bertanggungjawab.(Tim)