Diduga Terlibat Pengrusakan Hutan HPT Ratatotok, Ayah dan Anak Dituding Dalang Tambang Emas Ilegal

oleh -121 Dilihat
Gambar: Suasana aktivitas alat berat yang diduga melakukan penambangan emas ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, pada Jumat (25 Oktober 2025). Kerusakan lingkungan tampak kian parah seiring lemahnya pengawasan aparat penegak hukum. (Foto: Fik/ikn).

IKNews, RATATOTOK – Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) kembali mencuat di wilayah Hutan Produksi Terbatas (HPT) Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Dua nama yang disebut-sebut terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut, EK alias Eming dan HK alias Herry (ayah dan anak), diduga kuat menjadi bagian dari jaringan perusakan hutan yang meresahkan warga dan pemerhati lingkungan.

Tim investigasi media lintas Sulawesi Utara yang mendatangi kediaman keduanya di Ratatotok untuk meminta konfirmasi, tidak mendapat tanggapan. Penjaga rumah yang diduga anak dari Eming selalu menjawab dengan nada sama, “Ya nda ada boss, ada kaluar,” meski sejumlah orang sempat terlihat berada di teras rumah sebelum awak media tiba.

Situasi tersebut sudah terjadi berulang kali dalam empat kali kunjungan tim media dengan tujuan konfirmasi. Namun, setiap kali kedatangan, selalu ditolak dengan alasan yang sama.

Sementara itu, pantauan warga dan pemerhati lingkungan menunjukkan alat berat bebas keluar-masuk kawasan hutan HPT untuk melakukan aktivitas penambangan secara terang-terangan, siang dan malam hari. Aktivitas tersebut diduga tidak mendapat pengawasan dari aparat penegak hukum (APH) maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Utara.

Seorang sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya menyebutkan, ada dugaan aliran dana “setoran” dari para pelaku tambang kepada oknum pejabat dan aparat agar kegiatan PETI tetap berjalan tanpa hambatan hukum.

“Sudah banyak hutan yang rusak total. Pohon-pohon ditebang, tanah digali meninggalkan kubangan, air sungai jadi keruh karena bahan kimia, dan gunung-gunung mulai tandus. Kami minta Mabes Polri dan Menteri Lingkungan Hidup turun tangan dan menindak semua pihak yang terlibat,” ujar salah satu warga Ratatotok.

Kerusakan tersebut mengancam ekosistem dan meningkatkan risiko bencana ekologis seperti banjir bandang dan tanah longsor. Warga khawatir jika pemerintah pusat tidak segera bertindak, kawasan Ratatotok akan kehilangan fungsi ekologisnya sepenuhnya.

Masyarakat mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Mabes Polri untuk membentuk tim investigasi khusus, menelusuri aliran dana, serta memproses hukum para pelaku dan oknum yang melindungi operasi PETI.

Menurut ketentuan hukum, aktivitas tambang di kawasan HPT melanggar sejumlah undang-undang, di antaranya:

• UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 50 ayat 3 huruf a dan b; Pasal 78 ayat 2),
• UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 98 ayat 1),
• UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 158).

Setiap pelanggaran atas undang-undang tersebut dapat diancam dengan pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

Warga Ratatotok berharap penegakan hukum tidak hanya berhenti pada pekerja lapangan, tetapi juga menjerat aktor intelektual dan oknum pejabat yang diduga menjadi bagian dari jaringan mafia tambang emas ilegal di wilayah tersebut.

“Kami tidak butuh janji. Kami butuh tindakan nyata. Jangan biarkan mafia tambang terus menghancurkan hutan kami,” tegas salah satu tokoh masyarakat Ratatotok.* (mg01)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.