IKNew, MANADO — Suasana serius namun dinamis terasa sejak pagi ketika ratusan peserta memasuki Ruang C.J. Rantung, Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Rabu (19/11/2025). Sulawesi Utara menjadi tuan rumah Sarasehan Nasional Obligasi Daerah, sebuah forum yang mempertemukan pemerintah daerah, akademisi, hingga lembaga keuangan untuk membedah alternatif pembiayaan pembangunan di tengah tekanan fiskal yang kian nyata.
Gubernur Sulut Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus tampak mengambil peran sentral sebagai keynote speaker. Tidak sekadar membuka acara, Yulius menjadikan panggung sarasehan ini sebagai ruang untuk memaparkan kondisi faktual yang dihadapi Sulawesi Utara—mulai dari pembangunan, fiskal daerah, hingga dinamika politik yang sempat bersinggungan dengan pernyataan seorang anggota DPR RI. Namun ia menegaskan, Sulut tidak dalam posisi menyerah.
“Pemimpin tidak hanya hadir saat keadaan nyaman. Pemimpin harus berani menghadapi persoalan dan mengambil keputusan dalam situasi sulit,” tegasnya, yang langsung disambut tepuk tangan peserta. Kalimat itu seolah menjadi garis bawah dari pesan yang ingin ia titipkan pada forum nasional tersebut.
Dalam paparannya, Yulius mengungkap sejumlah data penting. Ia menyebut Sulut memiliki modal besar yang tak dimiliki semua daerah: wilayah laut mencapai 73,25 persen, luas daratan sekitar 14,5 ribu km², penduduk 2,6 juta jiwa, dan posisi geografis strategis lantaran berbatasan langsung dengan Filipina serta berada di antara jalur ALKI II dan ALKI III. Kombinasi ini, menurutnya, cukup untuk mendorong Sulut menjadi hub logistik dan ekonomi kawasan Asia Pasifik.
Ia juga menyoroti kekuatan sosial masyarakat Sulut, yang menurutnya toleran dan memegang teguh filosofi sitou timou tumoutou. Stabilitas sosial itu disebut menjadi modal penting untuk mendukung percepatan pembangunan.
Sarasehan ini tidak hanya membahas peluang, tapi juga memetakan perbedaan instrumen pembiayaan. Yulius memisahkan secara lugas antara obligasi daerah—yang tidak terikat prinsip syariah—dengan sukuk daerah yang berbasis syariah.
Visi pembangunan yang tertuang dalam RPJMD 2025–2029 turut dipaparkan. Target pertumbuhan ekonomi dipatok ambisius, yakni 7,8–8,08 persen di tahun 2029 dari kondisi saat ini yang masih berada di angka 5,64 persen. Indeks daya saing daerah diharapkan ikut terdongkrak hingga 7,69, dengan fokus besar pada ketahanan pangan, energi, dan air. Semua itu, kata Yulius, tidak akan tercapai tanpa pendanaan yang kuat dan berkelanjutan.
Gubernur juga mengingatkan bahwa situasi fiskal Sulut sedang memasuki fase menantang. Transfer ke Daerah (TKD) diprediksi turun signifikan: sekitar Rp14 triliun di 2025 menjadi hanya mendekati Rp11 triliun pada 2026. Kondisi tersebut menempatkan Sulut dalam kategori kapasitas fiskal rendah, sebagaimana diatur PMK No. 65 Tahun 2024.
Di tengah tekanan itu, Yulius menawarkan opsi yang ia nilai realistis: penerbitan obligasi daerah. Menurutnya, skema ini sudah lazim digunakan negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Inggris, hingga Amerika Serikat, bahkan hingga level kota. Ia juga menyinggung potensi tambang emas di Sulut sebagai salah satu elemen yang memperkuat keyakinan bahwa obligasi daerah dapat menarik minat investor.
“Sarasehan ini saya harap tidak berhenti pada diskusi. Kita butuh langkah inovatif dan keberanian untuk mengejar percepatan pembangunan,” ujar Yulius menutup paparannya.* (Mg01)






![Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus Komaling (YSK) menghadiri penandatanganan Berita Acara Verifikasi Penanganan IPPR bersama Ditjen PPTR Kementerian ATR/BPN di [isi lokasi kegiatan, misalnya: Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta], Senin, 17 November 2025. Kegiatan ini menandai finalisasi verifikasi delapan IPPR yang menjadi dasar penyelesaian revisi RTRW Sulut 2025. Foto : Syil/IKN](https://infokini.news/wp-content/uploads/2025/11/WhatsApp-Image-2025-11-17-at-21.01.235-148x111.jpeg)
