Beranda Opini Taman Kota atau Sarang Maksiat? Pemerintah Harus Bertindak!

Taman Kota atau Sarang Maksiat? Pemerintah Harus Bertindak!

145
0
Intan Kobandaha, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam. Rabu 16 Juli 2025. (F:ist)

Oleh: Intan Kobandaha (Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam)

Taman kota sejatinya dibangun sebagai ruang publik yang sehat dan inklusif tempat masyarakat beraktivitas, anak-anak bermain, orang tua berolahraga, dan komunitas mengembangkan kreativitas. Taman adalah simbol keadaban, kehidupan sosial, dan wajah peradaban kota.

Namun, pemandangan berbeda terjadi di Kota Kotamobagu. Malam hari, taman kota justru diduga kerap digunakan untuk aktivitas yang menyimpang dari nilai sosial dan moral masyarakat. Laporan warga dan pantauan langsung mengindikasikan adanya pergaulan bebas, pesta miras, bahkan dugaan praktik prostitusi terselubung.

Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Bukan hanya karena merusak wajah kota, tapi juga karena menunjukkan lemahnya pengawasan ruang publik oleh pemerintah. Taman yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan membahagiakan justru berubah menjadi zona merah yang menimbulkan keresahan.

Pemerintah Kota Kotamobagu harus segera bertindak

Taman tidak cukup hanya dibangun ia harus dijaga, dikelola, dan dihidupkan sesuai tujuan awal. Pembiaran terhadap penyimpangan fungsi taman adalah bentuk kelalaian yang bisa berujung pada krisis moral di tengah masyarakat.

Sebagai langkah konkret, pemerintah perlu segera melakukan hal-hal berikut:

1. Meningkatkan patroli dan penerangan di area taman, terutama malam hari.

Penerangan yang memadai akan menghilangkan celah bagi aktivitas gelap. Taman yang terang bukan hanya mencegah kejahatan, tapi juga memberi rasa aman bagi pengunjung.

2. Memasang kamera pengawas (CCTV) dan membentuk sistem pelaporan cepat.

CCTV bukan sekadar alat pantau, tapi juga sarana pengendalian dan pencegahan. Diiringi dengan sistem pelaporan yang responsif, ini akan membuat setiap aktivitas mencurigakan dapat segera ditindak.

3. Menggelar kegiatan positif dan edukatif secara rutin di taman.

Pemerintah bisa bekerja sama dengan sekolah, komunitas, pelajar, hingga pelaku seni dan budaya untuk mengisi taman dengan aktivitas produktif. Dengan demikian, taman akan kembali menjadi ruang sosial yang sehat, bukan tempat penyimpangan.

Kami percaya, ketika ruang publik dikelola dengan baik, maka masyarakat akan tumbuh dalam lingkungan yang sehat pula.

Kami juga percaya, pemerintah daerah memiliki kapasitas untuk menyelesaikan masalah ini jika ada niat dan kemauan.

Taman kota bukan milik malam dan kegelapan. Ia milik masyarakat yang ingin hidup damai, aman, dan bermartabat.

Sudah saatnya pemerintah membuka mata, turun tangan, dan mengembalikan taman kota ke pangkuan rakyat. Bukan sarang maksiat, tapi ruang harapan.***