Beranda Nasional Kuasa Hukum Terdakwa AB Bongkar Fakta Mengejutkan Terkait Sengketa Tanah Kelompok Tani...

Kuasa Hukum Terdakwa AB Bongkar Fakta Mengejutkan Terkait Sengketa Tanah Kelompok Tani dengan PT. Berau Coal

176
0
Sengketa 4000 hektar tanah masuk tahapan sidang Pledoi. Dipimpin Hakim Ketua didampingi Hakim Anggota, Jaksa Penuntut Hukum. Foto (Spesial)

IKNews, BERAU, – Pengadilan Negeri I Tanjung Redeb Kelas II kembali menggelar sidang Plidoi lanjutan kasus 4000 hektar tanah yang dipersengkatakan gabungan kelompok Tani versus pihak PT.Berau Coal, Jum’at 14 Juli 2023.

Di dalam persidangan, Haeruddin Masarro selaku Kuasa Hukum Terdakwa AB membacakan rangkumannya terdiri dari Kronologis Peristiwa, Laporan Kepolisian, Analisa Fakta, Kesaksian dan Pembuktian, untuk dijadikan bahan pertimbangan Hakim berlaku adil, objektif dan bijaksana.

Selain hal di atas tersebut, adapun fakta-fakta persidangan kemarin yang dinilai keliru dari tuntutan yang telah disampaikan JPU kepada Terdakwa AB yaitu pasal 162 UU No 4 Th 2009 tentang minerba.

Berikut rangkuman dibacakan Kuasa Hukum AB, Haeruddin Masarro.

Kronologis peristiwa;

Diterangkan Haeruddin Masarro, kelompok tani adalah pemilik atau penggarap lahan yang terletak di Meraang, Kampung Tumbit Melayu selama belasan tahun lamanya.

“Bayak diantara para kelompok Tani lahannya sudah ditambang dengan tanpa pembayaran ganti rugi atas lahannya dari pihak perusahaan,” ungkap Haeruddin Masarro.

Berdasarkan hal itu, maka para kelompok tani kemudian mendaulat, M. Arbi Bakri (Terdakwa) menjadi kuasa perwakilan. Dalam rangka mewakili, membantu para kelompok Tani dalam menuntut, memperjuangkan hak kelompok Tani. (Vide bukti terdakwa dan keterangan saksi dari terdakwa).

Selanjutnya diadakan beberapa kali pertemuan antara kelompok Tani dengan pihak perusahaan yang tak kunjung menemukan hasil kesepakatan. Maka kelompok tani berminat untuk melakukan aksi demo tertanggal 10 Februari 2020 waktu itu dengan tujuan agar pihak perusahaan dapat membayar ganti rugi lahan tersebut.

Laporan Kepolisian (LK);

Aksi demo dilakukan gabungan kelompok Tani tahun lalu dilaporkan pihak karyawan bagian keamanan (Security) PT. Berau Coal, inisial IDJ.

Atas laporannya ke Polisi, kemudian dijadikan dua orang pendemo menjadi tersangka, di vonis 9 bulan penjara dari keputasan PN I Tanjung Redeb Kelas II  yakni, JRI dan IRO, yang juga adalah kelompok Tani pemilik atau penggarap lahan. Dalam perkara tersebut, telah berkekuatan Hukum Inkracht.

Objek perkara Aquo sama dengan objek perkara di atas yaitu pelanggaran pasal 162 UU No 4 Th 2009 tentang minerba dan LP nya pun juga berdasarkan LP  tertanggal 11 Februari 2020, karena perkara sudah mendapatkan keputusan yang berkekuatan Hukum Inkracht, maka secara Hukum Aquo sudah tidak bisa diajuakan dan disidangkan kembali untuk ke dua kalinya, karena secara Hukum sudah termasuk dalam kategori, Nebis In Idem.

Ditegaskan Haeruddin Masarro, LK dalam perkara Aquo sebagaimana di atas tersebut adalah LK yang tidak sah atau batal demi Hukum. Sebab LK ini dibuat oleh IDJ bukan Direksi PT.Berau Coal. Dengan demikian, IDJ tidak mempunyai dasar Hukum atau Legas Standing untuk bertindak sebagai pelapor dalam perkara kepolisian (Vide bukti pasal 1 angka 5 UU No 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas).

“Seandainya pun IDJ memiliki Surat Kuasa dari Direksi perusahaan, maka tetap saja tidak sah, batal demi Hukum, sebab Direksi tidak disidik oleh pihak penyidik Polres Berau (Vide bukti berkas perkara dan lampiran dari penyidik Polres Berau),” ungkapnya.

Dalam perkara pidana, pelapor haruslah dilakukan oleh pihak yang dirugikan (Prinsipal) yang dalam hal ini adalah Direksi Perusahaan dan tidak bisa diwakilkan atau dikuasakan bahkan kepada seorang Pengacara sekalipun, sebab dalam perkara pidana, Pengacara atau Kuasa Hukum hanya berhak sebatas mendampingi kliennya untuk melapor. Apalagi IDJ bukanlah seorang pengacara melainkan hanya bagian satpam PT. Berau Coal, dengan demikian, IDJ tidak berwenang melaporkan perkara ini.

Analsis Fakta;

Berdasar analisis fakta terkait kronologis pristiwa aksi demo gabungan kelompok Tani 10 Februari 2020 di atas lahan diklaim kelompok Tani, jika aksi itu dikatakan pelanggaran Hukum berupa merintangi atau menghalang-halangi pertambangan sebagaimana yang ditiduhkan oleh JPU dalam dakwaan, hal mana dapat dilihat dari, bahwa aksi tersebut dilakukan di atas lahan para kelompok Tani.

“Jadi mana mungkin bisa dikatakan merintangi, menghalang halangi pertambangan,” ujar Haeruddin Masarro.

Haeruddin Masarro mengatakan, aksi demo berlangsung dengan damai, aman tertip serta berjalan dengan aturan dari ketentuan yang berlaku. Dan aksi itu dihadiri Terdakwa bersama tokoh masyarakat setempat serta dikawal, diawasi anggota kepolisian polres Berau.

“Jadi waktu itu tidak mungkin terjadi pelanggaran hukum berupa merintangi, menghalang-halangi aktifitas penambangan, sebab jika waktu itu terjadi pelanggaran hukum, maka anggota kepolisian di lokasi tentunya sudah melakukan tindakan pencegahan atas aksi tersebut, bahkan dapat dilakukan penangkapan atau penahanan yang tertangkap tangan sedang melakukan kejahataan. Tetapi nyatanya, Polisi tidak melakukan hal itu,” terangnya.

Aksi demo dilakukan kelompok Tani yang didampingi oleh terdakwa selaku kuasa atau perwakilan gabungan kelompok Tani adalah tindak lanjut dari mediasi antara Kelompok Tani dengan pihak PT.Berau Coal yang tidak kunjung mendapatkan kesepakatan pembayaran ganti rugi lahan tersebut yang sudah di tambang.

“Celakanya bukan ganti rugi pembayaran yang didapatkan tetapi justru penjara yang diberikan,” ujar Haeruddin Masarro di peradingan.

Kesaksian dan Pembuktian;

Haeruddin Masarro di dalam persidangan selajutnya mengkemukakan, JPU mengajukan 5 orang saksi lima kali persidangan yang membutuhkan waktu selama 3 bulan. Dari ke 5 saksi yang diajukan itu adalah karyawan PT.Berau Coal. 5 saksi diminta memberikan kesaksian untuk kepentingan perusahaan, dimana saat ini saksi masi status karyawan.

“Hal ini jelas, bertentangan dengan aturan dan ketentuan hukum. Jadi secara hukum tidak mungkin seorang bersaksi untuk dirinya sendiri,” terangnya.

Haeruddin Masarro menerangkan, semua keterangan saksi yang di ajukan oleh JPU tidak ada berkaitan dengan kepemilikan tanah yang saat ini dipersengketakan antara kelompok Tani dengan perusahaan tempat saksi bekerja. Saksi hanya mengetahui adanya aksi demo yang dilakukan kelompok Tani di atas lahan milik PT.Berau Coal. Namun tidak ada satupun Saksi yang mengatakan mengetahui secara hukum tentang kepemilikan lahan yang saat ini dikuasai dan telah ditambang oleh perusahaan.

“Semua saksi diajukan JPU bahwa Terdakwa adalah penerima Kuasa atau perwakilan dari gabungan kelompok Tani, pemilk atau penggarap lahan (Pihak Formil). Oleh karena itu, Terdakwa tidak dapat dituntut atau dimintakan pertanggungjawaban secara materil atas perkara yang sedang ditanganinya, ” tandasnya.

Saksi yang diajukan Terdakwa;

Tiga saksi diajukan oleh Terdakwa hanya digelar satu kali persidangan. Ketiganya adalah kelompok Tani pemilik lahan yang memberikan Kuasa kepada Terdakwa untuk mengurus lahan yang terkait dengan PT.Berau Coal.

Yang mana dalam kesaksian ketiganya mengaku telah memberikan SK ke Terdakwa. Dan ketiganya mengaku ikut melakukan aksi demo 10 Februari 2020, yang didampingi Terdakwa dan diawasi Anggota Kepolisian Polres Berau sampai selesai.

Aksi demo adalah aksi damai berjalan kondusif di atas lahan kelompok Tani yang telah ditambang PT. Berau Coal. Dengan demikian, para kelompok Tani termasuk Terdakwa tidak dapat dikenakan pasal tentang tindakan Merintangi, Menghalang-halangi penambangan.

Bukti Diajukan Terdakwa;

Semua diajukan Terdakwa adalah miliknya sendiri tanpa mengambil dengan paksa dari pihak lain, semua bukti yang diajukan oleh Terdakwa saling terkait antara bukti satu dengan yang lainnya berkesesuaian dengan perkara Aquo.

Bukti Diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU);

Bukti yang diajukan JPU semuanya adalah bukti yang dimiliki kelompok Tani yang melakukan aksi demo 10 Februari 2020, yang disita oleh Polisi dari para kelompok Tani.

Menurut Haeruddin Masarro, halmana membuktikan bahwa Pelapor sama sekali tidak mempunyai bukti ketika melaporkan perkara ini ke Polisi.

“Jadi pelapor disuruh melaporkan tanpa alat bukti yang cukup. Nanti Polisi yang carikan alat buktinya. Subhanallah,” sebut Haeruddin Masarro di ruang sidang.

Haeruddin Masarro, mengatakan, berdasarkan fakta- fakta Hukum dan analisa terhadap fakta Hukum tersebut di atas maka kesimpulannya yaitu:

  1. Kasus ini dilaporkan oleh orang yang tidak mempunyai dasar hukum/Legal Standing untuk melaporkan perkara Aquo.
  2. Direksi PT.Berau Coal/Prinsipal dalam perkara Aquo tidak diperiksa/BAP oleh penyidik.
  3. UU No 4 Th 2009 tentang minerba dijadikan dasar untuk menyidik perkara Aquo adalah UU sudah tidak berlaku lagi.
  4. Perkara Aquo sudah dua kali diajukan ke Pengadilan dalam kategori, Nebis In Idem.
  5. Terdakwa adalah Kuasa/Perwakilan dari para kelompok Tani pemilik/penggarap lahan (Pihak Formil), oleh karena Terdakwa tidak bisa dituntuk secara materil dan perkara Aquo.

“Dan masi banyak kesalahan lainnya yang tak sempat di ungkapkam dalam persidangan ini,” kata Haeruddin Masarro.

Mengggapai prihal diatas, Hakim Ketua, Hakim anggota beserta JPU bersepakat, sidang Pledio ini akan dilanjutkan di sidang keputasan tanggal, 25 Juli 2023.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini