IKNews, TEGAL — Dibalik megahnya Gedung Layanan Perpustakaan Soekarno-Hatta yang baru diresmikan, muncul pertanyaan besar: sejauh mana layanan yang disediakan benar-benar inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas dan warga lansia?
Gedung yang dibangun sejak 2022 dengan total anggaran lebih dari Rp 6,6 miliar ini diklaim sebagai ruang publik yang ramah semua kalangan. Namun, tantangan ke depan tidak hanya soal bangunan fisik.
“Fasilitas boleh lengkap, tapi bagaimana dengan program literasi untuk anak berkebutuhan khusus? Bagaimana akses bacaan untuk tuna netra atau lansia dengan keterbatasan membaca teks kecil?” kata Siti Nurhalimah, seorang aktivis literasi dari Slawi.
Plt. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tegal, Suspriyanti, mengungkapkan harapannya agar gedung ini bisa menjadi pusat informasi dan edukasi inklusif. Namun, belum dijelaskan lebih lanjut program konkret apa yang akan mendukung kelompok rentan tersebut.
Di tengah derasnya digitalisasi informasi, kebutuhan akan literasi digital bagi kalangan tertinggal juga perlu menjadi perhatian. Sejumlah warga berharap gedung megah ini tidak hanya menjadi simbol, tapi juga pusat transformasi sosial nyata.* (Mg-02)