IKNews, PEKALONGAN – LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Adhyaksa diketuai Didik Pranomo dan Zaenudin SH, selaku kuasa hukum dari Imam Qomarrurozak menggelar audensi di kantor direksi BBWS Pamali Juana setempat di Jalan Truntum, Kelurahan Krapyak Pekalongan Utara Pekalongan kota Jawa Tengah.
Dalam audensi tidak tercapai kesepakatan atau solusi dan Imam Qomarrurozak yang menjadi koordinator lapangan dan suplier memilih keluar dari ruang audensi dikarenakan kecewa.
Pihaknya memilih berkoordinasi dengan sejumlah suplier untuk menentukan langkah proses pengambilan material yang sudah dipergunakan dalam proyek pengendalian banjir dan rob di Kelurahan Degayu dan tanggul Pantai Slamaran.
“Kami sudah izin ke PU (PUPR) untuk mengambil hak berupa material proyek karena sudah menyelesaikan kewajiban namun tidak memperoleh pembayaran,” ungkap Imam Jum’at (12/8/2023).
Ia mengingatkan mediasi disaksikan pihak kepolisian dan Kodim serta PU sebagai pemilik pekerjaan. PU itu sudah bayar ke PT Brantas Abipraya namun tidak menyelesaikan kewajibannya ke para suplier.
“Coba tanya itu ke mereka ada gak bukti kepemilikan material. Kami ini belum dibayar,” keluhannya.
Sementar itu, PT Brantas Abipraya mempersilahkan suplier di proyek Pengendalian Banjir dan Rob Kota Pekalongan menempuh jalur hukum bila merasa dirugikan.
“Pada intinya kami tidak memiliki hubungan hukum dengan para suplier yang dikoordinir Pak Imam dan kawan-kawan. Jadi bila merasa dirugikan silahkan tempuh jalur hukum,” ujar Legal PT. Brantas Abipraya, Rinaldo.
Ia mengaku tidak tahu hubungan para suplier dengan PT Shafira Mandiri Utama. Jadi bukti-bukti yang dipegang Pak Imam dan teman-teman jadi dasar menggugat ke PT Shafira Mandiri Utama, bukan ke PT Brantas Abipraya.
Rinaldo menegaskan hubungan hukum sebelumnya antara PT Brantas Abipraya hanya dengan PT Shafira Mandiri Utama yang sudah diputus kontrak sehingga pihaknya tidak ada hubungan hukum apapun dengan para suplier.
“Jadi Pak Imam dengan teman-teman bisa menanyakan itu kepada PT Shafira dan kalau ada dasar hukumnya maka kami pasti akan membayarnya,” terang Rinaldo.
Lanjut Rinaldo,Karena PT Brantas Abipraya sudah tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan PT Shafira maka pihaknya mempersilahkan teman-teman suplier menempuh jalur hukum.
“Saya sudah bilang silahkan gugat secara hukum, nanti kita berhadapan di depan pengadilan secara hukum. Kita juga sampaikan bukti yang kuat, itu saja sih kalau dari sisi hukum,” tegasnya.
Kuasa hukum korban, Zaenudin S.H dan Didik Pramono dari LBH Adhyaksa menambahkan audensi tidak ada titik temu sehingga upaya lain selain mengambil kembali material yang sudah dipergunakan, juga berkirim surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) untuk bisa melakukan audit.
“Kami akan berkirim surat ke BPK RI, KPK dan Kejagung yang pada intinya persoalan suplier dengan PT Brantas Abipraya ,” katanya.
Berbagai upaya dilakukan termasuk mendatangi kantor pusat PT. Brantas Abipy di jakarta namun juga tidak membuahkan hasil.Termasuk mendatangi direktur PT.Safira di Surabaya itupun dia membuahkan hasil karena posisi sekarang yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
Reporter : Agung