Misteri Kematian Tahanan di Bolsel, Dugaan Penganiayaan di Balik Jeruji Besi

oleh -267 Dilihat
Gambar: Revan Kurniawan Santoso alias Aan (20), warga Desa Sondana, Kecamatan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), sebelum meninggal dunia pada Rabu, 20 Agustus 2025. Foto : tangkapan layar dari media social.

IKNews, BOLSEL — Revan Kurniawan Santoso alias Aan (20), warga Desa Sondana, Kecamatan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), meninggal dunia pada Rabu, 20 Agustus 2025. Ia menghembuskan napas terakhir di ruang IGD RSUD Bolsel setelah sempat menjalani masa penahanan atas dugaan kasus penikaman. Namun, kematian Aan menyulut tanda tanya besar — dan amarah yang meluas.

Pihak keluarga menduga kuat bahwa Aan mengalami kekerasan fisik selama berada dalam tahanan Polres Bolsel. Dugaan tersebut mencuat setelah kondisi kesehatan Aan menurun drastis selama masa penahanan, hingga akhirnya meninggal dunia tak lama setelah dilarikan ke rumah sakit.

“Kami menuntut keadilan. Ada nyawa yang jadi korban di sini,” ujar salah satu warga yang mendampingi keluarga korban saat proses pemulangan jenazah Aan.

Kasus ini bermula pada malam 18 Mei 2025. Aan ditangkap oleh Tim Resmob Angin Selatan Polres Bolsel atas dugaan penikaman terhadap seorang pria berinisial AR. Insiden itu terjadi ketika AR dan istrinya hendak menonton konser penutupan drag race di Desa Sondana.

Berdasarkan keterangan awal, pelaku—yang diduga Aan—diduga menegur AR secara misterius sebelum kembali dan melakukan penikaman menggunakan gunting. Korban mengalami dua luka tusuk dan segera dilarikan ke RSUD Bolsel, sementara Aan diamankan bersama barang bukti yang ditemukan di belakang masjid.

Setelah penangkapan, Aan ditahan di Mapolres Bolsel dan menjalani proses hukum. Namun, beberapa minggu kemudian, muncul laporan dari keluarga mengenai kondisi kesehatan Aan yang menurun tajam.

“Aan mengeluh sesak napas dan nyeri di bagian dada. Dia sempat dirawat di RS Monompia, Kotamobagu,” ungkap salah satu anggota keluarga.

Anehnya, dalam kondisi sakit, Aan dipulangkan oleh pihak keluarga karena dianggap tidak mendapat perawatan yang memadai. Beberapa hari kemudian, ia meninggal dunia. Tidak ditemukan luka terbuka secara kasat mata, namun keluarga menilai gejala yang dideritanya tidak wajar dan patut dicurigai.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Polres Bolsel mengenai kondisi kesehatan Aan selama penahanan, maupun dugaan adanya kekerasan fisik.
Keluarga korban telah menyuarakan desakan agar Kapolda Sulawesi Utara turun langsung untuk melakukan penyelidikan. Mereka juga meminta agar otopsi independen dilakukan guna mengungkap penyebab kematian secara objektif.

“Kami ingin proses ini transparan. Jangan ada lagi nyawa yang hilang tanpa kejelasan di balik tembok tahanan,” kata perwakilan keluarga dengan nada tegas.

Kematian Aan membuka luka sekaligus pertanyaan besar: sejauh mana transparansi dan perlindungan HAM diterapkan dalam proses penahanan di wilayah-wilayah terpencil? Apakah para tahanan, bahkan yang berstatus terduga, benar-benar mendapat perlakuan yang manusiawi?

Jika benar terjadi penganiayaan, maka ini bukan hanya pelanggaran hukum — tetapi pelanggaran terhadap prinsip keadilan yang paling mendasar. Di sisi lain, jika tidak terbukti, institusi kepolisian juga wajib menjelaskan secara rinci untuk menjaga kepercayaan publik.

Kasus Aan kini menjadi sorotan nasional. Ia bukan lagi sekadar seorang tersangka yang meninggal dalam tahanan — ia adalah simbol dari tuntutan masyarakat atas keadilan, transparansi, dan tanggung jawab negara dalam menjaga hak-hak warganya, bahkan dalam situasi yang paling genting sekalipun.*

Peliput: Muklas

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.