Kotamobagu – Produk sapu ijuk di Kotamobagu ternyata masih digemari. Meski bahan mentah serta pembuatannya secara tradisional, namun tidak surut tergantikan oleh produk buatan pabrik.
Salah satu pengrajin produk ini yakni, Keti Muti (57). Warga Desa Sia Kecamatan Kotamobagu Timur ini mengaku sudah 40 Tahun menggeluti usaha itu.
Setiap Minggu, Keti bersama suaminya Harsono (58) mampu membuat sedikitnya 250 ujung sapu ijuk. Mereka terlebih dahulu mengumpulkan bahan bakunya kemudian akan dibuat pada hari-hari tertentu.
“Biasanya kami kumpulkan dulu bahan bakunya, ijuknya kami beli di kebun orang tak jauh dari sini, begitupun rotan dan bambunya. Kalau sudah terkumpul, kemudian dibuat ijuk, itu pada hari Jumat atau Sabtu. Biasanya dalam seminggu itu paling banyak 250 buah sapu yang kami buat, kalau dihitung-hiting perharinya itu 50 buah sapu,” ujar Keti
Tak banyak keuntungan yang Ia raup, setidaknya dalam seminggu Ia mampu mendapatkan 400 ribu dari hasil penjualan sapu ijuk ini. Meski demikian, Diapun sudah merasa cukup dengan keuntungan itu sebab hanya memenuhi kebutuhannya dan Suami.
“Hargayakan relatif murah, ada yang dijual Rp 3.500 hingga Rp 7.000. Kalau yang murah itu dibeli di tempat, kalau diantar itu sampai 7 Ribu tergantung jauh dekatnya. Yah lumayanlah, 400 ribu per minggu itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami,” kata Mana Eti, sapaan akrabnya
Untuk jangkauan pemasaran, sudah menjalar hingga luar Kotamobagu. Bahkan, sapu ijuknya dikenal hingga daerah tetangga.
“Biasa langganan kami itu ada di Bolaang Mongondow Selatan, Amurang dan daerah lain. Kalau di kota kan sudah banyak masyarakat yang menggunakan sapu produk pabrik, sehingga kebanyakan kami bawah di luar kotamobagu,” ujarnya