IKNews, BOLTIM – Pengurus Barisan Relawan Nusantara Raya (BRNR) di Bolaang Mongondow Timur (Boltim) diduga terlibat dalam praktek pemungutan liar (pungli) terhadap anggotanya, dengan meminta kontribusi sebesar Rp 10 ribu per orang. Uang tersebut diklaim untuk biaya pembuatan cap dan sertifikat keanggotaan relawan.
“Saya dimintakan uang Rp 10 ribu. Katanya untuk biaya pembuatan cap dan sertifikat,” ungkap salah satu anggota relawan dari Desa Bongkudai yang enggan disebutkan namanya, dengan inisial WM.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya awalnya diajak oleh tetangganya untuk bergabung dengan organisasi ini, dan kemudian mengajak beberapa teman lainnya, sehingga mereka berjumlah 7 orang. “Kami bergabung bersama 4 orang dari Desa Mo’onow, jadi total ada 11 orang anggota relawan BRNR di Bongkudai Bersatu yang terdiri dari 4 desa,” ujarnya.
Namun, menurut sumber lain, di Desa Mo’onow dan Desa Bongkudai Barat, tidak terdapat relawan sama sekali. Bahkan, di Moyongkota Bersatu yang terdiri dari 4 desa, hanya 2 orang yang tercatat sebagai anggota.
“Saat pelantikan beberapa hari lalu, hanya ada dua orang dari Moyongkota Bersatu. Sementara dari Desa Bongkudai Barat dan Desa Inaton, tidak ada relawan sama sekali. Padahal, menurut informasi, tiap desa direkrut 15 orang relawan. Namun yang hadir saat pelantikan pengurus desa di Kecamatan Modayag Barat, mayoritas justru berasal dari Desa Bangunan Wuwuk,” ungkap IM, salah satu warga setempat.
Diduga kuat adanya pungli terkait dengan proses keanggotaan yang lebih dominan berasal dari Desa Bangunan Wuwuk. Media kami mencoba menghubungi Ketua Dewan Pimpinan Cabang BRNR Boltim, Komaling Harahap, melalui pesan singkat WhatsApp, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada balasan.
Begitu juga dengan Ketua PAC Modayag Barat, Syane Pundoko, yang menolak memberikan informasi lebih lanjut dan terkesan menyembunyikan data terkait kejadian tersebut.
Hingga saat ini, pengurus BRNR Boltim masih sulit dihubungi untuk memberikan klarifikasi.
BRNR, yang merupakan organisasi yang bertugas mengawal pelaksanaan program makan bergizi di bawah tanggung jawab Badan Gizi Nasional, mendapat alokasi anggaran besar pada tahun 2025, yakni senilai Rp71 Triliun.
Dengan alokasi anggaran sebesar itu, organisasi ini tentu mendapatkan perhatian dan pengawasan ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, LSM, serta media massa.
(Muklas Mamonto)