
IKNews, MANADO – Kasus dugaan korupsi senilai Rp52 miliar di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Samratulangi (Unsrat) Manado masih belum menemukan titik terang meski penyidikan sudah berlangsung. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara terus memeriksa saksi-saksi dari pihak Unsrat, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Publik mempertanyakan langkah Kejati Sulut yang membawa berkas dan perhitungan dugaan kerugian negara ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, bukan ke auditor seperti BPKP atau BPK. Kecurigaan ini memicu reaksi dari Ketua LSM Anti Korupsi MJKS, Stenly Towoliu.
“Proses hukum kasus ini sudah berjalan sejak 2024 lalu, dan kami memiliki data yang menunjukkan adanya praktik korupsi di tubuh Unsrat,” ujar Towoliu, mantan wartawan yang aktif mengawal dugaan korupsi di Sulawesi Utara.
Towoliu mengungkap bahwa penyidik Kejati telah melakukan penggeledahan di Unsrat dan menyita berkas-berkas terkait LPPM. Meski begitu, hingga saat ini belum jelas kapan perkara ini akan berlanjut ke persidangan.
Berdasarkan data hasil audit Satuan Pengawasan Internal (SPI), terungkap adanya pembentukan tiga rekening “siluman” sejak 2015, padahal seharusnya hasil kegiatan LPPM masuk ke rekening RKU. “Ketika Unsrat dipimpin EK, malah terbit tiga rekening ‘siluman’,” beber Towoliu.
Menurut Towoliu, Unsrat sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) memiliki pengelolaan keuangan yang masuk kategori keuangan negara. Jika dana itu ditarik secara pribadi, unsur mens rea (niat jahat) sudah terpenuhi—yakni ada maksud mengambil keuntungan, pelaku sadar merugikan, serta ceroboh atau lalai. Sedangkan unsur actus reus (perbuatan) terbukti dari audit internal: “Data kami menunjukkan penarikan aktif dari tiga rekening ‘siluman’ itu selama tahun berjalan,” tambahnya.
Kasus ini terjadi pada masa kepemimpinan rektor sebelumnya, EK, yang disebut sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan dianggap paling bertanggung jawab. Selain EK, terlapor lain termasuk mantan Wakil Rektor GG dan sejumlah pihak terkait.
Towoliu menegaskan bahwa Kejati Sulut tidak boleh mengaburkan peran pelaku utama dalam kasus ini. MJKS telah menyerahkan laporan tambahan disertai data ke Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beserta permintaan agar dilakukan supervisi segera.
Proses penyidikan di Kejati Sulut dinilai berjalan lambat, sehingga MJKS mendatangi Kejagung dan KPK untuk mendesak supervisi agar kasus ini dibuka secara transparan, pelaku yang diduga terlibat segera ditetapkan sebagai tersangka, dan jika perlu dilakukan penahanan. Hingga berita ini diturunkan, Kejati Sulut belum memberikan pernyataan resmi.*