Tradisi dan Kegembiraan Berpadu di Balai Desa: Singo Barong Botomulyo Hidupkan Semangat Kemerdekaan

oleh -378 Dilihat
Gambar: Warga antusias menyaksikan pertunjukan Singo Barong Taruno Mulyo dalam rangka puncak peringatan HUT ke-80 RI di halaman Balai Desa Botomulyo, Kecamatan Cepiring, Kendal, pada Sabtu, 13 September 2025. Foto: Tim Dokumentasi Desa Botomulyo.

IKNews, KENDAL — Di tengah bayang-bayang modernisasi yang terus melaju, Desa Botomulyo, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, justru memilih langkah sebaliknya: merangkul budaya leluhur dan menjadikannya panggung perayaan kemerdekaan. Sabtu sore, 13 September 2025, halaman Balai Desa Botomulyo disulap menjadi ruang ekspresi seni yang hidup dengan hadirnya pertunjukan Singo Barong Taruno Mulyo, kesenian rakyat yang tak hanya menghibur, tetapi juga menggugah ingatan kolektif masyarakat terhadap akar budayanya.

Sejak siang, masyarakat mulai berdatangan. Anak-anak kecil berlarian sambil menunjuk-nunjuk kostum singa barong yang mencolok, para ibu sibuk memilih jajanan pasar dari pedagang kaki lima, sementara para bapak duduk melingkar, menyimak dentuman gamelan yang menjadi pembuka pertunjukan. Tak ada pagar pembatas antara pemain dan penonton—semua larut dalam satu suasana yang cair dan akrab.

Atraksi Singo Barong tak kehilangan magisnya. Gerakan lincah penari berpadu irama gamelan menciptakan momen yang membuat penonton bertepuk, bersorak, bahkan merekam dengan ponsel mereka. Namun lebih dari sekadar tontonan, pertunjukan ini menjadi ruang temu antar generasi.

“Ini bukan cuma hiburan,” ujar Aulia Siti Rahmah, Penjabat Kepala Desa Botomulyo, saat ditemui di sela acara. “Kami ingin anak-anak tahu bahwa sebelum gadget dan internet, kita sudah punya warisan seni yang luar biasa. Singo Barong ini salah satunya.”

Aulia juga menyebut bahwa acara ini merupakan bagian dari puncak perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di desanya. “Ini momen mempererat persatuan, memupuk kecintaan terhadap tanah air, dan menyemai rasa bangga pada budaya sendiri,” tambahnya.

Beberapa warga tampak sengaja membawa serta anak-anak mereka untuk menyaksikan langsung pertunjukan. “Biar mereka nggak asing sama budaya sendiri,” kata Sukinah, warga setempat yang duduk bersama cucunya. “Kalau nggak begini, bisa-bisa nanti tahunya cuma TikTok.”

Selain unsur budaya, gelaran ini juga berdampak pada geliat ekonomi warga. Sejumlah pedagang kecil mengaku meraup keuntungan lebih dibanding hari biasa. Dari penjual cilok hingga es dawet, semuanya kebanjiran pembeli. “Ramai banget, alhamdulillah,” ujar Yono, penjual jagung bakar.

Ke depan, Pemerintah Desa Botomulyo berencana menambah warna dalam perayaan seperti ini. Salah satu yang sedang dirancang adalah acara Merti Desa, ritual budaya dan sosial khas Jawa sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur. “Insyaallah tahun depan akan kita gelar,” ungkap Aulia penuh harap. “Agar warga semakin tentram, berkah, dan barokah.”

Di tengah perubahan zaman yang kerap menggusur tradisi, apa yang dilakukan Botomulyo adalah bentuk perlawanan yang indah. Tidak dengan demonstrasi, tapi lewat tarian, gamelan, dan kebersamaan. Sederhana, tapi mengena. Karena di sanalah, esensi merdeka itu tinggal: hidup dalam harmoni dengan identitas sendiri.* (Mg-01)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.