IKNews, JAKARTA — Potensi penurunan Dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026 sebesar hampir Rp 270 triliun dibandingkan tahun sebelumnya menjadi alarm keras bagi pemerintahan di kabupaten-kabupaten yang belum mandiri fiskal.
Dalam rapat tertutup Apkasi yang berlangsung daring pada Senin (15/9/2025), Sekjen Apkasi Joune Ganda membeberkan bahwa banyak daerah anggotanya mulai resah. Pasalnya, rencana efisiensi TKD oleh pemerintah pusat tak hanya mengancam belanja modal dan sosial, tapi juga gaji pegawai honorer yang kini diikat lewat skema PPPK.
“Kalau pusat jalan sendiri, yang korban nanti bukan hanya Pemda, tapi rakyat juga. Ini soal dapur pegawai, proyek jalan, air bersih, bahkan sekolah,” kata Joune, yang juga menjabat sebagai Bupati Minahasa Utara.
Dalam rapat tersebut, Ketua Umum Apkasi Burzah Zarnubi menginisiasi pembentukan tim advokasi anggaran yang bertugas menyuarakan kepentingan daerah dalam pertemuan dengan DPR dan kementerian. Apkasi bahkan sudah melayangkan surat permohonan audiensi dengan Mendagri Tito Karnavian dan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa.
“Kami minta ruang bicara, bukan hanya ruang dengar,” kata Burzah. “Kebijakan efisiensi yang generalisir berbahaya. Bisa membuat daerah terpeleset masuk krisis layanan publik.”
Sebagai informasi, dalam RAPBN 2026, alokasi TKD direncanakan sebesar Rp 650 triliun, turun dari Rp 919 triliun dalam APBN 2025. Pemerintah beralasan bahwa efisiensi dilakukan untuk mengalihkan anggaran ke program prioritas nasional seperti Makan Bergizi Gratis, pendidikan, dan jaring pengaman sosial.
Namun bagi banyak daerah, terutama yang belum mampu menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengurangan TKD dianggap tak ubahnya pemotongan nadi anggaran.* (Mg-01)