Beranda Jatim Kabupaten Blitar Sosialisasi Edukasi Hukum yang Dimotori oleh LPK-RI Bersama UNISBA Blitar di Desa...

Sosialisasi Edukasi Hukum yang Dimotori oleh LPK-RI Bersama UNISBA Blitar di Desa Dawuhan

25
0
Gambar: Sosialisasi Edukasi Hukum Yang Dimotori oleh LPK-RI Bersama UNISBA Blitar Di Desa Dawuhan, (5/8/2025)(Foto:Son).

IKNews, BLITAR – Bertempat di Balai Desa Dawuhan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, kegiatan sosialisasi yang bertajuk pemahaman mengenai hukum antara pengusaha dan konsumen ini dihadiri oleh unsur pemerintah desa, tokoh masyarakat, akademisi, pemuda serta puluhan warga, Selasa (5/8/2025).

Yang mana di desa tersebut termasuk juga terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Dan atas dasar itulah Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) bekerja sama dengan Universitas Islam Balitar (Unisba) menggelar kegiatan sosialisasi hukum sekaligus memaparkan hak-hak konsumen maupun mendorong para pelaku usaha yang harus melaksanakan pengurusan ijin sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, selain itu pemateri juga berupaya untuk mendorong regulasi pertambangan di Desa Dawuhan.

Sebagai bentuk upaya memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka, serta kewajiban pelaku usaha pertambangan terhadap lingkungan dan sosial kemasyarakatan.

Dalam pemaparannya, narasumber dari LPK-RI dan Unisba menyoroti pentingnya akuntabilitas dan tanggung jawab sosial dari perusahaan tambang terhadap komunitas lokal. Salah satu fokus utama adalah implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR), khususnya bagi masyarakat yang terkena dampak langsung, seperti gangguan debu, kerusakan infrastruktur jalan akibat lalu lintas kendaraan tambang, hingga degradasi lingkungan.

Pembina LPK-RI, Rudi Puryono, dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal dari program masif yang akan dilakukan di Kabupaten Blitar. Menurutnya, terdapat 220 desa yang masuk dalam peta edukasi hukum LPK-RI, dengan prioritas pada wilayah-wilayah yang terdampak langsung oleh aktivitas industri ekstraktif seperti tambang.

“Kami berkomitmen untuk tidak hanya datang memberi ceramah, tapi juga melakukan pendampingan berkelanjutan. Setiap masukan dari masyarakat akan kami catat dan tindak lanjuti. Tujuannya jelas, kami ingin masyarakat tidak hanya tahu hukum, tapi juga mampu menggunakan hukum sebagai alat perlindungan,” ujar Rudi.

Lebih jauh dirinya juga menegaskan bahwa kegiatan ini bukan bagian dari proyek pihak ketiga atau agenda politis tertentu, melainkan murni inisiatif lembaga dalam rangka membangun masyarakat yang sadar hukum dan berdaya dalam memperjuangkan kepentingannya.

“Adanya forum yang seperti ini harapannya nanti permasalahan-permasalahan warga yang mana di situ terus sampaikan langsung oleh LPKRI dan nantinya di situ untuk LPKRI bisa memfasilitasi kita jadi dengan adanya sosialisasi ini karena pengusaha itu atau pertambangan itu sudah ada sebelum kita itu nantinya akan terjawab dengan adanya apa tidak tahu menahu permasalahan warga begitu, tapi dengan adanya kegiatan ini tadi tu akan terexplore untuk masalah-masalah warga yang tidak akan disampaikan langsung,” ungkapnya.

Dalam hal ini, Ketua LPK-RI Kabupaten Blitar, Mohammad Iskandar Zulkarnaen, menegaskan pentingnya pendekatan yang kontekstual dalam menyampaikan materi hukum kepada masyarakat. Ia menyebut bahwa setiap desa memiliki problematika unik yang membutuhkan pendekatan edukatif yang berbeda-beda.

“Kami tidak bisa menerapkan model satu untuk semua. Karena itu, setiap kali kami turun ke desa, kami melakukan observasi dan dialog terlebih dahulu. Materi yang disampaikan akan selalu disesuaikan dengan isu aktual yang dihadapi warga. Di Dawuhan ini misalnya, banyak keluhan tentang kerusakan jalan dan polusi udara akibat truk tambang. Maka, kita fokus di situ,” jelas Iskandar.

Pihaknya juga menyebut bahwa keberhasilan kegiatan ini akan diukur dari seberapa besar masyarakat mampu memahami hak-haknya dan berpartisipasi aktif dalam menyuarakan kepentingan secara kolektif.

“Ya yang jelas pasti ada Pro kontra di masyarakat yang hadirnya LPKRI itu justru ini nanti bisa menjadi kajian sehingga antara pengusaha masyarakat ataupun pemerintah desa yang mungkin selama ini masih ada beberapa hal yang belum terangkat dengan hadirnya LPKRI siapa tahu nanti harapan kami bisa menjadi jembatan pihak ketiga yang memberi solusi positif antara pengusaha desa ataupun masyarakat,” jelasnya.

Artinya kita siap, ini untuk menegakkan beberapa hak-hak terhadap masyarakat kebetulan hari ini memang yang pertama bahwa nantinya LPKRI akan mengadakan road sow edukasi hukum ke seluruh desa yang ada di kabupaten Blitar.

“Dan itu tanpa kita minta bantuan atau operasional dari pihak desa maupun masyarakat, ini murni kegiatan sosial LPKRI dan sudah terjadwalkan ke seluruh desa yang ada di kabupaten, tujuannya satu mengedukasi masyarakat bahwa selama ini mungkin SDM setiap daerah itu kan tidak sama antara desa satu dengan desa satunya sehingga terdampaknya beberapa masalah yang ada desa itu harapannya dengan hadirnya LPKRI beberapa masalah-masalah yang ada di desa selama ini belum bisa tercover oleh desa, maka LPKRI hadir sebagai obat atau solusi solusi positif untuk masyarakat,” tandasnya.

Selain itu kepala Desa Dawuhan, Ahmad Muhibudin, S.H.I., menyambut baik kegiatan ini dan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada LPK-RI dan Unisba. Menurutnya, masyarakat Desa Dawuhan memang telah lama merasakan dampak dari aktivitas pertambangan, namun sering kali tidak tahu bagaimana cara menyuarakan keluhan secara legal dan efektif.

“Kami sangat bersyukur kegiatan ini bisa terlaksana. Warga jadi lebih paham tentang hak mereka. Selama ini mereka hanya bisa mengeluh, tapi tidak tahu harus kemana dan bagaimana cara menyampaikannya. Dengan adanya LPK-RI dan dukungan dari akademisi Unisba, saya harap akan terbentuk kesadaran dan keberanian warga untuk menyampaikan aspirasinya secara benar,” tutur Ahmad.

Sementara itu, tim dari Unisba yang hadir memberikan materi hukum turut menegaskan bahwa dalam konteks pertambangan, perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab teknis, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial. Hal ini termaktub dalam berbagai regulasi, baik Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Minerba, hingga Peraturan Menteri terkait pelaksanaan CSR.

Pada tengah-tengah kegiatan pemateri memberikan ruang Dialog Interaktif dan Aspirasi Warga

Acara berlangsung dalam suasana interaktif dan penuh semangat. Masyarakat diberikan kesempatan luas untuk menyampaikan keluh kesah, mulai dari kerusakan jalan, polusi debu, hingga kekhawatiran akan penurunan kualitas lingkungan terdampak.

Salah satu warga, Sumarno (47), menyampaikan bahwa sejak aktivitas tambang aktif di kawasan sekitar, jalan desa menjadi rusak parah dan rawan kecelakaan.

“Kami sudah beberapa kali mengadu ke perusahaan tambang, tapi tidak pernah ada tanggapan serius. Mudah-mudahan dengan adanya pendampingan dari LPK-RI ini, suara kami bisa didengar,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, perwakilan LPK-RI menyatakan bahwa semua aduan masyarakat akan dirangkum sebagai bahan tindak lanjut. Mereka juga membuka peluang pendampingan hukum apabila ada pelanggaran nyata terhadap hak-hak masyarakat.

Kegiatan ini ditutup dengan pernyataan komitmen dari LPK-RI untuk terus melakukan edukasi dan pendampingan hukum kepada masyarakat. Harapannya, kesadaran hukum masyarakat akan meningkat, hubungan antara pengusaha dan warga menjadi lebih berkeadilan, serta praktik pertambangan bisa berjalan lebih bertanggung jawab, lalu foto bersama.*

Peliput: Son