Beranda Gorontalo Sahril Tialo: Kebijakan Wali Kota Bertentangan dengan Perda dan UU, Tapi Solusi...

Sahril Tialo: Kebijakan Wali Kota Bertentangan dengan Perda dan UU, Tapi Solusi bagi PKL Harus Tetap Diberikan

55
0
Gambar: Sahril Tialo, Aktivis Muda Gorontalo. (Foto : Istimewa).

IKNews, GORONTALO – Sebagai anak muda yang peduli terhadap penataan kota dan tegaknya supremasi hukum, saya, Sahril Tialo, menyampaikan bahwa kebijakan Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea (AD), yang memperbolehkan pedagang berjualan di trotoar—dengan dalih “asal bersih dan tertib”—adalah bentuk kebijakan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) dan bahkan melanggar Undang-Undang di tingkat nasional.

Perda Kota Gorontalo sudah secara tegas menyebut bahwa trotoar adalah ruang publik yang harus dijaga fungsinya untuk pejalan kaki. Lebih jauh, Pasal 12 dan Pasal 63 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan melarang pemanfaatan ruang jalan yang tidak sesuai peruntukannya dan memberikan sanksi pidana bagi pelanggarnya. Hal yang sama ditegaskan dalam Pasal 275 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyebutkan sanksi bagi siapa pun yang mengganggu fungsi perlengkapan jalan, termasuk trotoar.

Kita tidak bisa membenarkan kebijakan yang melanggar hukum, sekalipun niatnya baik. Pemerintah daerah harusnya menjadi contoh dalam menegakkan aturan, bukan malah menciptakan celah pelanggaran. Bila setiap kepala daerah membuat kebijakan sesuka hati dan bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, maka akan muncul kekacauan dalam sistem tata kelola negara.

Namun saya juga menyadari bahwa PKL adalah bagian penting dari denyut ekonomi masyarakat kecil. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir dengan solusi yang adil dan berlandaskan aturan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah penyediaan zona khusus bagi PKL yang tidak mengganggu fungsi trotoar dan lalu lintas, tetapi tetap memberi ruang aman dan legal bagi mereka untuk menjalankan usaha.

Saya menyampaikan dengan tegas: trotoar bukan tempat jualan. Tapi perjuangan hidup para pedagang kecil harus tetap difasilitasi dengan cara yang sesuai hukum dan bermartabat. Kota yang tertib bukanlah kota yang menggusur rakyat kecil, melainkan yang menata dengan adil, manusiawi, dan taat hukum.*

Laporan : Redaksi