INFOKINI.News, KOTAMOBAGU – Menjadi Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) andalan para petani di Bolaang Mongondow Raya (BMR), buah kemiri banyak menjadi salah satu sumber penghasilan di Kota Kotamobagu. Di Kelurahan Mongkonai Kecamatan Kotamobagu Barat, misalnya, sekitar 50% rumah tangga petani mengelola lahan perkebunan palawija dan diselingi dengan ditanami kemiri.
Saat panen, warga sekitar turut ikut merasakan dampaknya, dengan menjadi tukang untuk memisahkan isi kemiri dengan kulitnya. “Dalam satu kilo gram itu mereka kami bayar Rp1.500. Nah dalam sehari itu biasanya mereka mampu mengupas kulit kemiri lebih dari 50 hingga 70 Kg,” kata Daeng, pengusaha kemiri di kelurahan ini.
Selain Mongkonai, banyak warga Kotamobagu yang memiliki perkebunan kemiri di luar wilayah Kotamobagu. Sehingga, produksi termasuk jual-beli kemiri di Kotamobagu cukup tinggi.80% Petani kemiri masih menjual kemiri dalam bentuk utuh. Sedangkan 20% rumah tangga petani lainnya yang telah menjual kemiri hasil pengolahan dengan menggunakan teknologi sederhana.
Kurangnya, pengetahuan teknologi menjadi salah-satu penghambat para petani memasarkan kemiri, setidaknya, itu yang dikatakan Kepala Urusan Pemerintahan dan Kemasyarakatan, Desa Bilalang II, S.O Mokoginta kepada Totabuan.News, Kamis, (15/08/2019). “Kebetulan saya juga mendampingi masyarakat dan sempat punya perkebunan Kemiri. Penjualannya, dari sini ke pasar, di drop ke Gorontalo, terus ke Surabaya. Nah, di Surabaya inilah yang biasanya, Kemiri ditambah tepung pengawet dan siap didistribusikan ke semua daerah, termasuk Bitung,” ungkapnya.
Lemahnya teknologi, lanjutnya, membuat Kotamobagu ‘kecolongan’ dalam hal promo dan publikasi. “Kan setelah di Gorontalo, akan diberi label Gorontalo, jadi dipasaran akan dikenal sebagai Kemiri Gorontalo, padahal pohonnya di sini,” tandasnya.
Terpisah, Dian Mokoginta, salah seorang petani Kemiri mengaku penghasilkan dari bertani Kemiri, bisa menyekolahkan anak. “Lamaian, perkilonya bisa dijual Rp. 23.000,00 sampai Rp.28.000,00 bahkan kadang tembus dikisaran Rp
30.000,00. Perbulannya bisa mencapai 2 jutaan lebih. Dari sinilah, saya menyekolahkan, bahkan menguliahkan anak saya sampai semester 6,” singkatnya. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperdagkop dan UKM) Herman Aray, mengatakan, akan mencari terobosan, agar bisa menginisiasi agar kemiri mempunyai nilai jual yang lebih baik.
Dirinya mengatakan, akan berkoordinasi dengan instansi terkait, guna kejelasan kepemilikan produksi kemiri. “Ya nanti saya akan koordinasikan dengan Perindustrian, agar bagaimana caranya, supaya kemiri ini, bisa dikemas dengan menggunakan label Kotamobagu, tidak lagi menggunakan label daerah atau provinsi lain,” pungkasnya.(Irg)