IKNews, Kuala Betara – Sorak-sorai dan gegap gempita menggema di Lapangan Parit Deli, Selasa (26/8/2025), saat peluit akhir dibunyikan. RT 10 berhasil memastikan diri sebagai juara Turnamen Albert Chaniago Cup 2025, sebuah perhelatan olahraga rakyat yang telah menjelma menjadi pesta tahunan paling ditunggu masyarakat Betara Kiri.
Turnamen yang dimulai sejak 21 Agustus itu tak sekadar tentang perebutan piala—lebih dari itu, ia adalah panggung silaturahmi, etalase bakat, dan panggung kecil bagi anak kampung untuk menyalakan semangat besar.
Dari 12 RT yang ambil bagian, kompetisi berlangsung sengit dan penuh sportivitas. RT 10 tampil konsisten hingga akhirnya memuncaki klasemen, diikuti oleh RT 02 sebagai runner-up, RT 04 di posisi ketiga, dan RT 05 mengunci posisi keempat.
Penyerahan trofi diserahkan langsung oleh Albert Chaniago, S.P, sosok yang tak hanya dikenal sebagai Anggota Dewan Dapil Betara – Kuala Betara, tapi juga sebagai penggagas turnamen ini sejak pertama kali digelar. Dengan mata berbinar dan senyum bangga, Albert menyampaikan rasa terima kasih mendalam.
“Ini bukan sekadar ajang adu kemampuan. Ini tentang kita, warga Betara Kiri yang bersatu dalam semangat dan kegembiraan. Saya harap semangat ini tak padam dan jadi warisan untuk generasi muda,” ujarnya di hadapan ratusan pasang mata yang hadir.
Tak sendiri, Albert Chaniago juga didampingi para tokoh masyarakat serta Lurah Betara Kiri, Akmal Rosma., SE, yang secara konsisten mendukung kegiatan sejak awal.
“Kami melihat turnamen ini sebagai bentuk lain dari pembangunan—bukan fisik, tapi sosial dan emosional. Masyarakat kita perlu ruang seperti ini, tempat mereka merasa memiliki dan terlibat,” ujar Akmal dalam sambutannya.
Di balik gegap gempita di tengah lapangan, ada tim-tim tanpa sorotan yang berjasa besar. Salah satunya adalah tim medis dari Puskesmas Parit Deli, yang dengan sigap dan sabar selalu hadir di pinggir lapangan. Mereka memastikan bahwa permainan berjalan aman dan setiap cedera ditangani cepat.
“Tim medis itu ibarat wasit kedua—tidak terlihat, tapi sangat menentukan,” celetuk salah satu panitia sambil tersenyum.
Saat malam mulai turun di Parit Deli, panggung-panggung kecil dibongkar, spanduk dilepas, dan tribun kembali kosong. Tapi yang tertinggal bukan hanya skor atau piala—melainkan cerita-cerita yang akan terus hidup di warung kopi, di gang-gang kecil, dan di hati para pemain muda yang bermimpi suatu saat tampil lebih besar lagi.(Jun)