Produk UMKM Tersingkir, Rak Indomaret, Alfamidi dan Alfamart di Kotamobagu Didominasi Barang Luar Daerah

oleh -181 Dilihat
oleh
UMKM Kotamobagu berjuang keras menembus jaringan ritel modern, namun sebagian besar produk masih kesulitan dipajang di rak Indomaret, Alfamidi dan Alfamart. Selasa 26 Agustus 2026. (Kolase/Gie)

IKNews ,KOTAMOBAGU – Kehadiran jaringan ritel modern seperti Indomaret, Alfamidi dan Alfamart di Kotamobagu ternyata belum memberi ruang berarti bagi produk lokal. Fakta di lapangan menunjukkan, rak-rak minimarket hampir sepenuhnya dipenuhi barang dari luar daerah, sementara produk UMKM Kotamobagu justru terpinggirkan.

Padahal, sebagian besar UMKM lokal sudah berupaya memenuhi syarat administrasi hingga mengantongi izin resmi, termasuk BPOM dan sertifikasi halal MUI. Namun, jerih payah itu tidak menjamin produk mereka terpajang di rak minimarket.

“Kami sudah ikuti semua prosedur, bahkan tanda tangan perjanjian bermaterai. Tapi ujung-ujungnya tetap tidak ada kepastian,” keluh Nassar Bin Awwat, pemilik UD. Berlian NBA yang sejak 1985 memproduksi bumbu dapur khas Kotamobagu.

Keluhan itu diamini Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kotamobagu, Ariono Potabuga. Ia menegaskan, dari puluhan UMKM yang mencoba masuk, hanya 2–3 produk lokal yang berhasil dipajang.

“Selebihnya didominasi produk luar daerah. Ini tidak adil bagi pelaku usaha lokal,” tegas Ariono.

Ariono menyebut, sudah saatnya ritel modern menunjukkan keberpihakan nyata dengan membuka divisi khusus produk lokal di Kotamobagu. Selain itu, aturan kemitraan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2022 harus dijalankan secara konsisten.

“Minimarket itu usaha besar. Mereka wajib membuka ruang bagi UMKM lokal agar bisa ikut menikmati dampak ekonomi dari hadirnya jaringan ritel modern,” ujarnya.

Kondisi ini juga dikeluhkan konsumen. Ryan Mokodompit, warga Kotamobagu Timur, mengaku kesulitan mencari sambal dan keripik lokal di Indomaret maupun Alfamart. “Kalau mau cari produk asli Kotamobagu, terpaksa harus ke pasar atau beli langsung di rumah produksi,” katanya.

Pengamat ekonomi lokal dari Universitas Dumoga Kotamobagu, Dr. Rachman Mokoginta, menilai fenomena ini sebagai bentuk ketimpangan pasar. “Ritel modern seharusnya menjadi mitra strategis UMKM. Tapi kalau pintunya terlalu sempit, mereka hanya jadi saluran produk luar. Dampaknya, uang belanja warga Kotamobagu lebih banyak mengalir ke daerah lain,” jelasnya.

Menurut Rachman, Pemkot Kotamobagu perlu mengadopsi kebijakan tegas seperti di beberapa daerah lain yang mewajibkan 20 persen rak minimarket untuk produk lokal.

Saat ini, jurang antara jargon keberpihakan terhadap UMKM dan realita di lapangan masih sangat lebar. Produk UMKM Kotamobagu yang seharusnya punya tempat istimewa di tanah sendiri, justru sulit menembus pintu ritel modern.***

Reporter: Gie

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.