Beranda Nasional Marendeng Diduga Jadi Mafia Tanah, Terancam Disomasi

Marendeng Diduga Jadi Mafia Tanah, Terancam Disomasi

126
0
Gambar: Marendeng Diduga Jadi Mafia Tanah, Terancam Disomasi, (18/7/2025).

IKNews, TATOR – Kuasa Hukum Edi Rahman, salah satu anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Marendeng, Pither Singkali menduga koperasi tersebut terlibat praktik mafia tanah. Pither menyebut Marendeng melakukan pelanggaran dalam proses pelelangan sebuah bidang tanah yang sertifikatnya dijaminkan oleh kliennya, Edi Rahman.

“Kita cerita kasus Edi Rahman yang sedang di rumah sakit yang posisi kasusnya sudah terpidana dijalani 5 bulan, dia sedang di rumah sakit Lakipada. Historicalnya adalah mereka meminjam uang di Koperasi Marendeng sekitar Rp250 juta dan jaminan sertifikat lalu dalam proses berjalan dia sudah cicil, dihitung-hitung tinggal sekitar Rp164 juta,” ujar Pither dalam konferensi pers yang digelar di Depot 99, Jumat (18/07/2025).

Ia menjelaskan, sejak pandemi COVID-19 dan musibah kebakaran toko milik Edi Rahman di Pasar Pagi, pembayaran cicilan sempat tertunda. Namun tanpa proses yang sah, sertifikat yang menjadi jaminan dilelang.

“Lalu terjadi peristiwa Covid 2020 kemudian dia mengalami musibah tokonya terbakar di Pasar Pagi sehingga dia mengalami penundaan cicilannya. Dalam proses itu tanpa melalui mekanisme yang benar, yang diduga direkayasa oleh lawyernya namanya Gemaria Parinding,” ungkapnya.

Menurut Pither, lelang dilakukan tanpa pemberitahuan kepada kliennya. Bahkan uang hasil lelang disebut telah diambil tanpa seizin pemilik sertifikat.

“Nah lalu dilelang tanpa sepengetahuan klien kami, nah dengan segala cara dilelang tanpa ini dan uang lelang itu diambil. Dan dia (Edi Rahman) punya niat baik menyelesaikan secara Defacto ya, kalau lihat klien kami ini mampulah kalau Rp164 juta itu,” ujarnya.

Pihaknya menilai proses hukum yang berjalan penuh kejanggalan. Ia menyebut telah terjadi rekayasa hukum yang melibatkan pihak-pihak tertentu.

“Tapi ini sudah punya niat lain, sehingga direkayasa dibikinkan ruang sehingga dilelang lewat pengadilan, nah dalam proses itu berjalan saya tidak tahu endingnya tiba-tiba dilelang. Menurut informasi yang kita dapatkan mekanismenya tidak ini tetapi sudah ditargetkan sudah tracknya mafia lah, gaya-gaya mafia lah,” tambah Pither.

Eksekusi disebut dilakukan secara sepihak, tanpa memberi kesempatan Edi Rahman membela haknya. Hal ini mendorong kliennya untuk kembali menduduki rumah tersebut.

“Kemudian dieksekusi tanpa dihak milik, sehingga ketika dia tahu dieksekusi tanpa ini proses yang menurut dia tidak tahu dan tidak mengikuti prosesnya dan siap untuk ini tapi tidak diberi kesempatan. Lalu dia rebut kembali, duduki kembalilah nah itulah dirusak gembok dan masuk kembali, nah dengan itulah diproses hukum awalnya di tipiring, kalau ngomong tipiring itu tindak pidana ringan,” jelasnya.

Namun kasus itu terus bergulir, dan Edi Rahman kini dijerat pasal 406 KUHP tentang pengrusakan. Ia pun telah divonis dan menjalani hukuman penjara.

“Nah dikondisikan lagi dengan patut diduga direkayasa penegak hukum lawyer, hakim dan jaksa dibuatlah tuntutan baru dengan menggunakan pasal 406 KUHP pengrusakan. Selanjutnya tanpa seizin klien kami lalu sertifikat dibalik nama tanpa setahu pemilik sertifikat awal, sekarang akibat dari peristiwa itu menjadi terpidana (Edi Rahman),” pungkasnya.*