Beranda Sulawesi Tengah FRAS Kawal Konflik Agaria, Petani Bantah Tudingan Panen Ilegal

FRAS Kawal Konflik Agaria, Petani Bantah Tudingan Panen Ilegal

287
0

IKNews, SULTENG – Sejumlah petani yang tergabung dalam Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) menolak tudingan bahwa aktivitas panen mereka di lahan sawit dianggap ilegal. Para petani menyatakan bahwa lahan perkebunan tersebut adalah milik mereka di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulteng, yang diklaim oleh PT Agro Nusa Abadi (ANA).

Tudingan ini disampaikan oleh AT didampingi LSM RMR melalui salah satu media online, yang menyebut bahwa pendampingan masyarakat lingkar sawit di Morowali Utara kini menimbulkan sejumlah permasalahan. AT menuduh bahwa EB, koordinator advokasi sawit, menjadikan sengketa lahan antara warga dan PT ANA sebagai ladang bisnis, dan bahkan mendukung panen yang dianggap ilegal.

Syahril, salah seorang petani dari Desa Tompira, menegaskan bahwa bersama Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulteng, mereka tetap berkomitmen memperjuangkan hak atas tanah yang mereka miliki.

“Kami punya bukti hak atas lahan. Sebelum perusahaan datang, kami sudah terlebih dahulu berkebun di sana,” ungkap Syahril (29/10/24).

Ia menambahkan, perjuangan bersama FRAS yang diketuai Eva Bande sangat berdampak positif bagi para petani, membantu mereka mempertahankan hak atas tanah yang mereka miliki. “Sejak awal hingga sekarang, FRAS berkomitmen mengawal dan mendampingi kami untuk terus menyuarakan keadilan,” lanjut Syahril, yang pernah ditahan selama dua bulan akibat dikriminalisasi saat memperjuangkan lahan miliknya.

Ambo Tang, anggota Badan Pimpinan Serikat Petani dari Desa Bungintimbe, juga menyatakan bahwa sejak bergabung dengan FRAS pada 2021, mereka merasa memiliki kekuatan untuk melakukan aksi massa, mulai dari level Pemerintah Kabupaten hingga Pemerintah Provinsi.

“Bersama FRAS, kami Serikat Petani terus mendesak Pemda dan Pemprov agar segera melakukan pelepasan lahan,” kata Ambo.

Sementara itu, Samsul, Badan Pimpinan Serikat Petani dari Desa Tompira, menanggapi suara-suara miring di salah satu media online yang menyebut bahwa para petani melakukan panen secara ilegal dan menganggap perjuangan FRAS sebagai ladang bisnis. Menurutnya, hal tersebut hanyalah upaya untuk membungkam perjuangan mereka selama ini.

“Pertanyaannya, apakah LSM lain yang kini berkomentar pernah bersama-sama kami memperjuangkan hak-hak kami sejak awal?” tanya Samsul.

FRAS sendiri, menurut Samsul, hadir untuk mengintervensi dan mendorong negara menyelesaikan konflik agraria secara struktural, bukan untuk menyelesaikan konflik secara langsung. FRAS juga telah mengadvokasi para petani yang dituduh mencuri buah sawit PT ANA.

Para petani pun mendesak agar PT ANA dievaluasi, mengingat selama hampir 17 tahun beroperasi, perusahaan tersebut diduga belum mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU).

“Kenapa kami petani yang selalu dikambinghitamkan, sementara perusahaan yang jelas-jelas tidak memiliki HGU tidak diproses atau ditindak?” tutupnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini