Beranda Nasional Sidang Pembunuhan Eks Anggota DPRD Langkat, Saksi Ungkap Kronologi Rencana Jahat Otak...

Sidang Pembunuhan Eks Anggota DPRD Langkat, Saksi Ungkap Kronologi Rencana Jahat Otak Pelaku

105
0
Gambar : Sidang perkara kasus penembakan eks anggota DPRD Langkat.

IKNews, Langkat – Kasus pembunuhan Paino, mantan anggota DPRD Langkat yang perkaranya masih bergulir di Pengadilan Negeri Stabat mengungkap tabir baru. Pasalnya kehadiran dua saksi mahkota beberkan kronologi rencana otak pelaku menghabisi nyawa korban.

Kedua saksi adalah Heriska Wantenero alias Tio dan Sulhanda Yahya alias Tato. Keduanya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam berkas perkara terdakwa Tosa Ginting.

Kedua saksi mengaku pembunuhan Paino dengan senjata api atas perintah Luhur Sentosa Ginting alias Tosa Ginting.

Terdakwa Tio mengatakan, perkenalannya dengan terdakwa Tosa sudah sejak duduk di bangku sekolah. Pengakuan Tio, dia sempat bekerja beberapa minggu dengan terdakwa Tosa sebelum pembunuhan Paino.

“Sebelumnya Saya tidak kenal dengan korban Paino, dan tidak tahu menahu akan terjadi pembunuhan. Percobaan pembunuhan terhadap korban mulai direncanakan 20 Januari 2023,” beber Tio, dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ledis Meriana Bakara, Jumat (14/7).

Saat itu, sambung Tio, Saya yang sedang bersama dengan terdakwa Tato diintruksikan terdakwa Tosa mengikuti dirinya ke areal perkebunan yang lokasinya tidak ia ketahui.

“Saya berboncengan dengan Tato mengendarai sepeda motor Yamaha Vixion merah,” ucap dia.

Sebelum berangkat, terdakwa Tosa memerintahkan kepada Tato agar membawa kampak dan parang, atau klewang. Tanpa membantah dan bertanya keduanya menurut.

“Parang atau kelewang diletakkan diantara pijakan kaki pada sepeda motor sedangkan kampak dibawa oleh Tato,” ujar Tio.

Setibanya di lokasi mereka mendapat perintah dari terdakwa Tosa, bahwa jika ada seseorang yang mengendarai sepeda motor KLX warna hitam (Paino) melintas, agar dibunuh menggunakan kampak dan klewang yang telah dibawa Tio dan Tato dari kediaman terdakwa Tosa.

“Tosa berpesan jangan tinggalkan korban sebelum dipastikan sudah mati,” ujar Tio menirukan ucapan Tosa.

Tio menambahkan, saat itu alasan terdakwa Tosa mau menghabisi korban karena kesal, sawit miliknya kerap hilang dicuri dan korban (Paino) juga diduga sebagai penadah sawit yang dicuri dari lahannya tersebut.

Namun kedua saksi mahkota (Tio dan Tato) sempat merasa bingung dan tidak berani karena secara mendadak diperintahkan untuk menghabisi nyawa manusia.

Akhirnya mereka berdua sepakat untuk tidak melakukan pembunuhan tersebut, dengan alasan korban saat melintasi lokasi sangat kencang sehingga tak bisa dieksekusi.

Nyatanya, menurut Tio saat itu, Paino mengendarai sepeda motor KLX warna hitam tersebut berjalan pelan melintasi lokasi mereka menunggu. Karena jalan yang dilalui menanjak sehingga mustahil untuk berjalan kencang.

“Kami berdua selanjutnya tetap beraktifitas seperti biasa di kediaman Tosa sebagai pekerja. Namun kami didiamkan saja oleh Tosa. Bahkan gaji kami sempat macet, diduga Tosa marah karena kami gagal melakukan perintahnya,” ujar Tio.

Namun pada 26 Januari 2023, saksi Tio tiba di kediaman terdakwa Tosa. Melalui Handy Talkie (HT) dirinya memberitahukan kehadirannya kepada Tosa.

Saat itu juga Tio kembali mendapat perintah terdakwa Tosa dan beberapa rekan lainnya yaitu, Dedi, Sahdan, Tato dan Rasyid, akan mengecek ladang. Dan pada saat itu juga terdakwa Dedi Bangun (eksekutor) ikut bersama mereka.

“Saya ada memberikan sebo dan baju lengan panjang kepada Dedi sesuai arahan terdakwa Tosa,” ujar Tio.

Kemudian, Tosa, Dedi, Tio, Sahdan, Tato, dan Rasyid, menuju Bukit Nenengan, dengan mengendarai mobil Suzuki Ertiga dan dua unit sepeda motor KLX corak loreng dan Honda Revo Biru.

Di bukit itu juga persisnya di gudang milik Tosa Ginting, ada dilakukan serah terima senjata api. Namun saksi Tio tidak mengetahui secara pasti apa maksudnya, hanya saja ia menduga pasti ada rencana eksekusi atau pembunuhan.

“Saya bersama Rasyid diperintahkan menunggu di dalam gudang dan mobil Suzuki Ertiga diparkirkan di depan gudang. Tak lama terdakwa Tosa, Tato, Dedi dan Sahdan pergi entah kemana,” ujar Tio.

Pada sore harinya terdakwa Tosa dan yang lainnya kembali kegudang.

“Tosa ada bilang “nanti kalau ada kereta KLX warna hitam lewat bilang ya,” ujar Tio.

Tidak lama kemudian kereta KLX warna hitam yang disampaikan Tosa pun melintas, dan mereka yang berada di gudang berteriak jika itu Paino. Lalu mengejar dengan sepeda motor KLX corak loreng dan Revo biru.

“Kami kembali lagi ke gudang, di situ terdakwa Tosa bertanya kenapa gak eksekusi saja, karena ada BKO dan rame orang,” ujar Tio.

Sampai akhirnya, pada 26 Januari 2033 malam, pada saat Tio bersama dengan terdakwa Tosa Ginting berada di dalam mobil Suzuki Ertiga, ada yang menelepon Tosa.

“Saya mendengar seperti suara Dedi mengucapkan “Sukses Bos”, ujar Tio.

Tio pun mengaku, tak lama kemudian ia mendengar kabar kematian Paino melalui media sosial. Namun dirinya tidak merasa bersalah karena tidak melakukan apa pun terkait kematian Paino.

Saksi mahkota Tio dihadapan majelis hakim juga mengaku jika dirinya mendapat ancaman dari terdakwa Tosa, jika masalah senjata api sampai ada orang lain yang tahu, maka anak dan istri Tio akan dibantai.

Begitu pula dengan dirinya akan dibantai walau dirinya berada di dalam rutan.

Sementara itu terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa menyanggah kesaksian Heriska Wantenero alias Tio, yang mengatakan pada tanggal 20 Januari 2023 tersebut dirinya tidak bersama saksi, melainkan bersama orang tuanya untuk pergi berobat.

Kesaksian Sulhanda Yahya alias Tato selaku saksi mahkota dalam persidangan tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kesakisan Heriska Wantenero alias Tio. Di mana mengatakan jika dirinya juga mendengar perintah langsung dari terdakwa Tosa untuk menghabisi nyawa korban (Paino). (N)***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini